Perekonomian Kaltim kian lesu. Dikatakan banyak pihak penyebabnya adalah pertambangan batu bara sang magnet bisnis provinsi ini semakin tercekik. Berdasarkan data, hal tersebut adalah fakta. Lalu, ke sektor manakah larinya pundi uang yang selama ini berada di kantong pengusaha tambang?
RAYMOND CHOUDA, Samarinda
AKTIVITAS angkut batu bara dengan kapal tongkang masih terlihat lalu lalang di Sungai Mahakam. Namun, tingkat kepadatan sungai akan kapal tongkang berisi emas hitam tersebut secara kasat mata tak sepadat dulu --sekira 2010 dan sebelumnya, hingga tahun berikutnya sebelum 2015.
Hal tersebut sebanding saja berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim. Yakni, batu bara turun kinerjanya hingga minus 6,20 persen, sehingga praktis berdampak signifikan pada segala sektor ekonomi lain. Dari data itu pula, ternyata ekonomi Kaltim justru lari dan bermuara ke sektor jasa listrik, gas, dan air minum. Itu prediksi dari beberapa indikator.
Dalam wawancara selama dua pertemuan, Kepala Bagian Tata Usaha BPS Kaltim Achmad Zaini menjelaskan, pertumbuhan kinerja pertambangan dan penggalian sebenarnya sudah mulai turun sejak 2011. Dari tahun itu menuju tahun berikutnya, pertumbuhan pertambangan dan penggalian turun jadi 8 persen. Hingga akhirnya, pada 2015 sinyal ekonomi lesu semakin tampak denyutnya.
Pertumbuhan ekonomi Kaltim pada 2015 terkontraksi minus 0,85 persen (dengan minyak dan gas/migas). Ketika dihitung tanpa migas, ekonomi itu menjadi minus 0,92 persen. Namun, kala dihitung dengan tanpa migas dan tanpa batu bara, ekonomi Kaltim justru tumbuh jadi 3,83 persen. Baca selanjutnya, Tambang Batu Bara Minus
---------- SPLIT TEXT ----------
“Artinya, yang banyak memberi kontribusi pada perekonomian Kaltim adalah pertambangan batu bara, karena ketika dikeluarkan dari perhitungan dalam PDRB (produk domestik regional bruto) angka pertumbuhan ekonomi justru meningkat. Jadi, kontribusi batu bara pada pertumbuhan PDRB sangat besar,” ucap Zaini, belum lama ini.
Dia menerangkan, saat pertumbuhan batu bara turun menjadi minus 6,20 persen dari 2014 ke 2015, subsektor pertambangan nonmigas pada 2014 sebanyak 32,58 persen, langsung turun menjadi 30,69 persen pada 2015. Sehingga, terang batu bara memberi dampak signifikan pada kinerja ekonomi.
“Kalau potensi ekonomi tersebut turun, tentu berdampak secara nasional. Ini memengaruhi sektor lainnya seperti perhotelan, restoran, transportasi, rental alat berat, dan lainnya. Karena, batu bara memiliki magnet ekonomi bagi sektor lain. Dari hotel, pengunjungnya banyak datang dari pekerja batu bara, begitu juga dengan restoran. Transportasi dan alat berat, tentu mengalami dampak yang sama, karena konsumen berasal dari pekerja batu bara,” imbuhnya.
Dari sektor-sektor ekonomi, masing-masing tensinya menurun, pada hitungan dalam PDRB pada 2015. Dari migas, turun jadi minus 1,97 persen, lalu industri barang kulit dan alas kaki juga terkontraksi minus 0,22 persen, kemudian konstruksi menjadi minus 0,56 persen. Sementara jasa perusahaan turun menjadi minus 3,41 persen. “Banyak sektor yang terkena dampaknya,” utas dia.
Meski ada yang turun, lanjut Zaini, tapi terdapat juga pertumbuhan ekonomi dari sub-sub sektor lain. Hal tersebut bisa saja menjadi salah satu indikator untuk menebak, ke mana larinya perputaran ekonomi dari tambang yang lesu.
Yang terlihat tumbuh relatif dominan dalam sumbangsih ke PDRB, adalah dari pengadaan listrik dan gas (24,92 persen). Disusul jasa kesehatan, dan kegiatan sosial (13,10 persen), lalu ada subsektor yang tergolong dalam jasa pendidikan (11,44 persen). Baca selanjutnya, Real Estate dan Keuangan Tak Lebih Besar dari Pertanian
---------- SPLIT TEXT ----------
Setelah itu, ada jasa lainnya (9,67 persen), kemudian perikanan (8,21 persen). Adapun pertanian, justru lebih rendah lagi (5,9 persen). Sementara dari jasa keuangan (2,50 persen), maupun real estate (3,73 persen), tidak lebih besar dari pertanian.
“Pengadaan listrik dan gas berasal dari PT PLN, juga jasa listrik dan gas alam swasta yang pernah berada di Sanga-Sanga (Kukar). Sementara jasa kesehatan dan kegiatan sosial, adalah rumah sakit (pemerintah dan swasta), puskesmas, maupun dukun praktik atau jasa pengobatan alternatif. Sektor jasa lainnya, bisa berupa jasa perorangan yang menyerupai tukang bangunan, jasa pijat, angkutan pribadi, hingga pembantu rumah tangga,” ucapnya.
Dari indikator lainnya, Zaini menjelaskan, adalah berdasarkan angkatan kerja, persentase penduduk usia 15 tahun ke atas. Dari sektor pertambangan, jumlah tenaga kerja pada 2001 tercatat 43.708 orang, lalu meningkat jadi 174.403 pekerja pada 2014. Tapi, jumlah tersebut turun menjadi 135.417 pada 2015 (berkurang 38.986 pekerja).
Di sektor lain, yang sangat tampak mengalami peningkatan, adalah jasa listrik, gas dan air minum. Dari 3.724 pekerja pada 2014 meningkat menjadi 9.902 pekerja pada 2015.
Dengan demikian, tambah Zaini, terindikasi dari hal-hal di atas, sebagian besar perekonomian Kaltim paling besar mengarah ke jasa listrik, gas, dan air minum. Yakni, sektor yang saat ini dominan dipegang pemerintah. “Namun, secara keseluruhan, ekonomi Kaltim terbagi-bagi ke sektor lainnya. Memang belum final, ke mana arah magnet ekonomi Kaltim ke depan,” ucapnya. (mon/lhl/k15)