BALIKPAPAN - Harga jual batu bara untuk pembangkit listrik mulut tambang akan ditentukan pemerintah. Hal ini dilakukan untuk memangkas proses negosiasi, yang beberapa tahun terakhir menjadi penyumbat pembangunan pembangkit listrik.
Wewenang tersebut akan diberikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said kepada Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba), Bambang Gatot Ariyono. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyediaan dan Penetapan Harga Batu Bara untuk Pembangkit Listrik Mulut Tambang, yang diteken 4 April lalu.
Dalam beleid tersebut, Sudirman mengatakan, apabila perusahaan tambang dan perusahaan pembangkit listrik mulut tambang tidak juga memperoleh kesepakatan dalam waktu 60 hari sejak aturan ditetapkan atau sejak dimulainya perundingan, maka Dirjen Minerba berhak menentukan harga tersebut.
“Dirjen akan menetapkan besaran margin perusahaan tambang dengan memerhatikan asas kemanfaatan, keterbukaan, keadilan, dan kepentingan nasional atau daerah,” terang Sudirman dalam aturan tersebut, dikutip Selasa (12/4) kemarin.
Mantan Dirut PT Pindad (Persero) tidak hanya memberikan wewenang kepada anak buahnya untuk memutuskan harga jual komoditas berjuluk emas hitam ini. Sudirman juga menetapkan ambang margin keuntungan perusahaan tambang, dari yang sebelumnya dipatok tetap sebesar 25 persen dari total biaya produksi, seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2014 sebelumnya, menjadi minimal 15 persen dan maksimal 25 persen dari total biaya produksi dalam aturan terbaru itu.
“Besaran margin ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli,” ujarnya.
Sudirman juga memasukkan satu komponen baru dalam menghitung biaya produksi batu bara yang akan memengaruhi margin tersebut. Yakni pengangkutan dari lokasi pengolahan ke wilayah stockpile PLTU terkait.
Margin minimal sebesar 15 persen yang ditetapkan Sudirman tersebut, sudah sesuai dengan usulan Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) yang sebelumnya meminta Kementerian ESDM menetapkan batas bawah margin batu bara mulut tambang lebih dari 10 persen. “Revisi margin ini untuk melindungi pembeli. Tapi, kami juga minta pemerintah memerhatikan keberlangsungan pelaku usaha tambang,” terang Direktur Eksekutif APBI Supriatna Suhala, Maret lalu.
Meskipun dia menuturkan, produsen batu bara sebenarnya nyaman dengan margin sebesar 25 persen karena mampu melindungi pengusaha di tengah rendahnya harga komoditas. Masalahnya adalah, margin tersebut tidak menguntungkan bagi pembeli, karena dinilai terlalu tinggi. (ant/man/k15)