Kerukan batu bara tak bisa lagi diandalkan sebagai sumber pendapatan daerah. Dua tahun berturut-turut, penerimaan pajak lepas target, imbas perlambatan ekonomi global merosotnya harga komoditas dari sektor ini.
BERAT. Kata tersebut muncul dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Kaltim-Kaltara, Harry Gumelar, saat Kaltim Post menanyakan outlook penerimaan pajak 2016 di wilayah kerjanya.
“Kita jangan berharap batu bara. Dengan pertumbuhan penerimaan dan targetnya juga semakin besar, kita tidak bisa mengandalkan pajak dari bisnis ini,” katanya.
Tahun ini, Kementerian Keuangan memang menaikkan target penerimaan pajak di Kaltim-Kaltara, sebesar Rp 500 miliar. Beban kerja ditambah, di tengah bisnis batu bara yang menjadi tulang punggung perekonomian, tiarap. Sektor mineral dan batu bara, diketahui berkontribusi sampai 40 persen terhadap penerimaan pajak.
“Real estate, kita coba cari celah di situ. Tapi, ya penjualannya juga turun. Demikian juga migas. Harganya turun, kegiatannya juga ikutan turun. Buruknya lagi, beragam penurunan itu berdampak juga pada sektor pendukungnya,” ungkap dia.
Sehingga, Harry menyebut, prospek penerimaan pajak memang kurang menggembirakan tahun ini. Namun dia menolak, jika DJP Kaltim-Kaltara lempar handuk. Bahkan, dia mengklaim, basis pajak yang lebih besar tengah dibidik.
Adalah kesadaran wajib pajak pribadi maupun badan, yang menjadi sasarannya. Hingga saat ini, kata Harry, baru 40 persen badan maupun pribadi yang terdaftar bayar dan lapor.
“Masih ada sekitar 60 persen yang belum. Jadi kalau dikatakan berat, ya berat. Tapi, peluang masih ada dari basis pajak yang akan kita lebarkan,” terangnya.
Langkah itu memang jalan paling realistis, mengingat sumber pemasukan andalan sudah sulit dikejar. Pada kalangan wajib pajak pribadi, misalnya. Dia menganalogikan, bangkrut atau anjloknya kinerja perusahaan belum tentu berdampak rata terhadap masing-masing penggiatnya. Baik itu si pengusaha maupun tenaga kerja. “Kecuali, memang tata kelola perusahaanya memang salah,” imbuhnya.
Di negara maju, lanjut Harry, pendapatan dan kepatuhan pajak dari badan maupun pribadi dikatakan bisa mencapai 70 persen. Maka, salah satu solusinya adalah, cooperate tax.
“Bisa kita turunkan (besaran pajak), sehingga iklim usaha semakin baik. Kan pemilik perusahaan ujungnya orang pribadi, ujungnya karyawan yang menikmati hasil usaha,” beber dia.
Selain itu, sistem administrasi perpajakan juga akan diperbaiki. Di antaranya, database wajib pajak dan pertukaran data yang lebih dimatangkan.
“Semakin lengkap database, orang enggak berpikiran bohong lagi. Tidak ada tipu-tipu. Kita tingkatkan dengan perbaikan administrasi. Kita harus optimistis,” pungkasnya. (riz/man2/k15)