SANGATTA - Bertempat di ruang pertemuan sebuah hotel di Sangatta Utara, Kutim, jajaran manajemen PT Santan Borneo Abadi (SBA) dan PT Mahakam Persada Sakti (MPS) mengadakan konsultasi publik, terkait identifikasi kawasan bernilai konservasi tinggi. Perusahaan itu merupakan anak perusahaan dari Nusantara Fiber Grup. PT SBA berada di Kecamatan Karangan dan PT MPS berpusat di Kecamatan Muara Bengkal.
Menurut Manajer Regional Nusantara Fiber Grup Tendi Solihin, meski memiliki daerah konsesi hutan tanaman industri (HTI), sesuai aturan yang berlaku, perusahaan harus memiliki kawasan hutan bernilai konservasi tinggi. Diakuinya, proses identifikasi sudah dilakukan sebelumnya oleh tim peneliti dari Universitas Mulawarman (Unmul). Juga beberapa peneliti yang tergabung dalam Ecology and Conservation Center for Tropical Studies (Ecositrop).
“Pelaksanaan sejak Agustus 2015 hingga Februari 2016. Tetapi, kami juga ingin mendengar pendapat pemerintah dan masyarakat soal kawasan hutan ini,” sebutnya.
Nantinya, hasil konsultasi publik akan digabung dengan hasil penelitian, sehingga bisa menjadi program perusahaan untuk mengelola hutan bernilai konservasi tinggi. Meski demikian, peran pemerintah dan masyarakat diperlukan untuk bisa bersinergi dengan perusahaan, untuk menjaga ekosistem asli hutan dalam kawasan konsesi.
“Harapannya, wilayah hutan bernilai konservasi tinggi tak lagi diotak-atik. Masyarakat pun diharapkan tak melakukan aktivitas terlarang, seperti pembukaan lahan baru, karena bisa mengganggu ekosistem yang ada,“ ucapnya.
Dalam pemaparannya, seorang peneliti dari Ecositrop, Yaya Rayadin mengatakan, areal bernilai konservasi tinggi merupakan sebuah konsep bagi kawasan yang memiliki nilai biologi, ekologi, sosial, atau budaya, yang berperan signifikan pada skala regional, nasional, bahkan global. Konsep bernilai konservasi tinggi membantu pengelola hutan dalam usaha peningkatan keberlanjutan sosial dan lingkungan hidup dalam usaha produksi kayu.
“Kajian ini sangat penting sebagai upaya sinergi antara pembangunan HTI dengan konservasi, serta pengelolaan aspek sosial budaya. Terutama bagi masyarakat di sekitar kawasan konsesi perusahaan,” ujarnya.
Ditambahkan, PT SBA dan PT MPS merupakan perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu–Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) di Kaltim. Perusahaan ini untuk memajukan perkembangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Meski banyak menyerap tenaga kerja, perusahaan pun diharap bisa mengelola areal konservasi sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, dari segi sosial, budaya, serta ekologi,” terangnya.
Dia menyebut, kebakaran hutan beberapa waktu lalu, membuat kawasan bernilai konservasi tinggi menjadi tujuan utama satwa liar untuk berlindung. “Lokasi inilah yang harus terus dijaga, karena merupakan ekosistem asli hutan. Kami memberikan rekomendasi ke perusahaan agar tidak beraktivitas di kawasan tersebut,” sebutnya. (sos/*/dns/ica/k16)