SAMARINDA – Bisnis properti belum beranjak dari ketidakpastian. Agar dapat bertahan, banyak langkah yang ditempuh. Kebanyakan, pengusaha yang tadinya bermain pada level menengah ke atas, beralih ke kelas menengah ke bawah. Atau setidaknya, menurunkan harga dan ukuran bangunan.
Diketahui, turunnya BI rate ke level 7 persen membawa kegembiraan para pengusaha. Hal tersebut seharusnya dapat memicu penurunan suku bunga KPR. Sebab, seperti analisis yang sempat diwartakan media ini sebelumnya, setiap penurunan 1 persen suku bunga KPR idealnya dapat meningkatkan potensi pasar KPR antara 4 hingga 5 persen. Sedangkan dengan penurunan yang ada dari 7,5 persen menjadi saat ini 7 persen, dimungkinkan suku bunga KPR juga bisa turun menjadi hanya satu digit.
Sekretaris Umum DPD Real Estate Indonesia (REI) Kaltim Bagus Susetyo mengatakan, sejauh ini para pengembang kebanyakan beralih ke properti kelas menengah ke bawah. Sebab, masyarakat dominan melirik perumahan sejenis program sejuta rumah Jokowi yang dihargai terjangkau.
Bahkan, Bagus mengaku, baru-baru ini juga membuka perumahan sejenis di daerah Loa Janan Ilir, Kukar. Dan, menurutnya berdasar data REI Kaltim, perumahan kelas atas saat ini sangat kesulitan menjual produknya. Sehingga, banyak yang mengeluh, terlebih pada akhir 2015 hingga awal 2016, penjualan sepi.
“Makanya untuk tetap bisa bertahan, ya’ bermain di kelas menengah ke bawah. Masyarakat lebih mau melirik perumahan seperti itu (menengah ke bawah) kalau kondisi ekonomi belum stabil seperti saat ini. Tapi, ini skalanya hanya sementara. Untuk jangka panjang, perumahan menengah ke atas nantinya bisa bangkit lagi,” ujar dia belum lama ini.
Berdasarkan pantauan Indonesia Property Watch, saat ini suku bunga dasar kredit (SBDK) masing-masing bank masih berada di level dua digit. Jika suku bunga KPR menjadi satu digit, akan ada potensi peningkatan pangsa pasar KPR hingga 25 persen pada tahun ini.
---------- SPLIT TEXT ----------
Terpisah, Marketing Manager Bukit Mediterania Samarinda Susi Irawaty mengaku, perumahannya yang merupakan kelas menengah ke atas masih mampu menjual produk. Namun, dengan trik tertentu. Pasar yang diincar saat ini adalah para karyawan perusahaan sawit dengan penghasilan Rp 20 juta ke atas.
Bisa menjual, lanjutnya, dengan cara memberi cicilan Rp 5 juta per bulan. Yakni, tipe rumah 38. “Masih menengah ke atas. Rumah kecil yang mengikuti tren. Unit lebih murah, tapi tetap spec grade A. Lokasi pun masih di tempat yang strategis,” ungkap dia.
Manager Marketing Borneo Bay Residences Orri Arbani menyatakan, saat ini ekonomi hanya melambat. Bukan krisis. Pihaknya yang merupakan Grup Agung Podomoro Land, bahkan akan melakukan ekspansi ke Samarinda dan Balikpapan dalam waktu dekat ini. Yang mengartikan, tetap menunjukkan eksistensi nama pengembang.
“Konsumen itu melihat pengembangnya dulu. Biarpun harga mahal, kalau pengembangnya dipercaya, konsumen tentu berani ambil,” imbuh dia.
Para pekerja dan pengusaha tambang, lanjutnya, saat ini hanya menunggu keadaan ekonomi tidak lagi melambat. “Yang penting bisa jaga kepercayaan. Bisa melakukan pembangunan sesuai komitmen. Maka, akan tetap ada pasar,” ujarnya. (mon/lhl/k15)