BALIKPAPAN - Mendekati triwulan pertama tahun 2016, penjualan properti di Balikpapan masih belum ada pertanda akan membaik, khususnya bagi kelas menengah ke atas. Hal tersebut terlihat pembangunan baru perumahan di segmen itu sampai saat ini belum tampak.
Ketua Real Estat Indonesia (REI) Balikpapan Edy Djuwadi mengakui geliat penjualan properti sampai saat ini belum menunjukkan perbaikan. Dia menilai para pengembang besar khususnya masih wait and see ketimbang mereka melakukan pembangunan.
“Pengembang kelas menengah ke atas saat ini hanya menjalankan proyek yang sudah ada dan melakukan penjualan sisa unit yang mereka miliki. Kalau untuk mengembangkan perumahan baru mereka harus berpikir lagi, melihat kondisi ekonomi yang seperti ini,” ucapnya.
Walau demikian, dia memprediksi hingga akhir tahun ini pasar properti di Balikpapan khususnya pasti akan tumbuh positif seiring dengan adanya kebijakan terkait penurunan suku bunga acuan 25 basis poin.
Meski suku bunga acuan telah diturunkan, lanjutnya, dia juga berharap perbankan juga akan segera ikut menurunkan suku bunga KPR/KPA yang diberikan. Umumnya, ketika suku bunga acuan turun, bank tidak serta-merta langsung ikut menurunkan bunganya.
Selain itu, menurutnya saat ini pengembang banyak yang menjual produk dengan kemudahan pembayaran DP yang bisa dicicil ataupun membeli properti secara in house yang bisa menarik konsumen.
Lebih lanjut, dia mengungkapkan, siklus properti tertinggi terjadi antara tahun 2013 dan mulai melambat saat akhir tahun 2014. "Sepanjang tahun 2015 lalu merupakan titik terendah pasar properti dan penjualan terhitung sangat lambat,” beber Edy.
Di sisi lain, program satu juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang digulirkan oleh pemerintah pusat membuat para pengusaha properti melihat peluang baik tersebut. “Untuk saat ini, penjualan di segmen ini cukup berkembang,” tambahnya.
Sejauh ini, dari REI Balikpapan sendiri sudah sekitar lima pengembang yang menjalankan program ini. Kebanyakan yang menjalankan program ini pengembang yang memiliki pengalaman yang tinggi dan yang sudah memiliki lahan. Pasalnya, jika dilihat dari keuntungan sangat jauh sekali. “Makanya pengembang menengah ke atas belum melirik pasar ini karena kecilnya keuntungan yang didapat,” pungkas Edy. (*/aji/lhl/k15)