SAMARINDA - Aset bank umum di Kaltim dan Kaltara mengalami penurunan pada tahun lalu. Tampak jelas, aset yang berkurang tersebut menghampiri setiap daerah. Perbankan di ibu kota Kaltim sebagai pemilik aset terbanyak, juga mengalami penurunan. Di antara kedua provinsi ini, Kaltara paling banyak mengalami minus.
Berdasarkan data Bank Indonesia, aset pada bank umum ditotal se-Kaltim mengalami penurunan sejak 2014. Mulanya peningkatan masih terlihat pada 2013 Rp 107.828 triliun menuju 2014 menjadi Rp 115.450 triliun. Pada 2015, aset perbankan ini menurun menjadi Rp 111.913 triliun.
Samarinda, juga mengalami penurunan aset bank Rp 49.161 triliun pada 2014, menjadi Rp 47.583 triliun pada 2015, dengan market share 42,52 persen, yang terhitung year on year (yoy) kurun waktu November sebesar 5,18 persen. Sementara Balikpapan, justru mengalami peningkatan tiap tahun, sejak 2013 menghimpun Rp 26.733 triliun menuju 2014 jadi Rp 29.324 triliun, lalu Rp 29.508 triliun pada 2015 dengan pertumbuhan 2,90 secara yoy. Sementara daerah di Kaltara, rata-rata mengalami pertumbuhan minus. Paling minus adalah Malinau, disusul Nunukan, kemudian Tarakan lalu Bulungan.
Deputi Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw-BI) Kaltim Harry Aginta menjelaskan, kondisi itu sejalan dengan kondisi perekonomian di Kaltim pada tahun lalu. Yakni, dipicu pelemahan bisnis utama provinsi ini, sektor pertambangan. Ditambah lagi, perekonomian nasional mengalami perlambatan terdampak dari sentimen ekonomi global yang sedang tak stabil.
Sehubungan itu, BI menerbitkan ketentuan yang mewajibkan bank untuk membentuk tambahan modal saat kondisi ekonomi sedang baik (boom period). Penerapan ketentuan pembentukan tambahan modal untuk mengantisipasi kerugian dari pertumbuhan kredit atau pembiayaan yang berlebihan (Countercyclical Buffer), sehingga wajib dipenuhi perbankan bersama dengan pembentukan penyangga modal lainnya.
Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM), yaitu tambahan modal untuk mengantisipasi kerugian pada periode krisis, dan tambahan modal khusus untuk bank yang ditetapkan berdampak sistemik agar meningkatkan kemampuan bank menyerap kerugian.
“Tapi, tahun ini perekonomian Kaltim diprediksi mengalami perbaikan. Bakal meningkat positif 0,4 sampai 0,8 persen. Sehingga, akan berdampak juga pada sektor lainnya. Salah satunya perbankan yang merupakan tempat keluar-masuknya uang,” ungkap Harry.
Terpisah, Pimpinan Cabang PT Bank Syariah Bukopin (BSB) Samarinda Nuzulul Khaq menyatakan, secara umum perbankan di Kaltim, termasuk syariah tengah mengalami penurunan aset. Tapi, tidak terjadi di semua bank. Di perusahaan yang dipimpinnya, aset bank justru mengalami peningkatan.
“Bahkan, sampai 2016 ini, pembiayaan yang kami cairkan untuk nasabah terjumlah sekira Rp 200 miliar. Jadi, penurunan tidak terjadi pada ke semua bank, bergantung bagaimana strategi yang digunakan masing-masing perusahaan untuk menghadapi perlambatan ekonomi ini,” paparnya. (*/mon/lhl/k15)