SAMARINDA – Badan Perizinan Penanaman Modal Daerah (BPPMD) Kaltim tak ingin spontan menanggapi usulan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk menghentikan masuknya investasi asing sawit di Bumi Mulawarman. Malah, jauh-jauh hari pemerintah sudah menyiapkan kawasan industri khusus investasi hilirisasi sawit di Sangkulirang Kutim, yang juga boleh dimasuki penanam modal asing (PMA).
Selain itu, BPPMD Kaltim tak bisa serta-merta menuruti usulan Kementan tersebut karena pemerintah mesti mengacu peraturan presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2014. Yakni, hanya bisa menolak pemodal luar negeri yang tercatat dalam daftar negatif investasi (DNI).
Kepala BPPMD Kaltim Diddy Rusdiansyah menjelaskan, pihaknya betul-betul hanya bisa menolak PMA bila termasuk dalam DNI tersebut. Hal ini, sudah diatur Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melalui Perpres Nomor 39 Tahun 2014, yang merupakan pembaharuan dari Perpres Nomor 36 Tahun 2010, dalam kepemerintahan presiden terdahulu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Dalam Perpres itu, pemerintah membagi tiga kelompok bidang usaha. Yakni, bidang usaha tertutup; bidang usaha terbuka dengan persyaratan, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil menengah dan koperasi. Kemudian, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kepemilikan modal, lokasi tertentu dan perizinan khusus; serta bidang usaha yang terbuka.
Lebih rincinya, ungkap Diddy, Perpres tersebut menyatakan lebih detail mengenai bidang usaha yang dinyatakan tertutup bagi PMA adalah bidang pertanian, yaitu budi daya ganja. Kedua, bidang kehutanan: penangkaran spesies ikan yang tercantum dalam appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES); pemanfaatan (pengambilan) koral atau karang dari alam untuk bangunan/kapur/kalsium dan suvenir/perhiasan, serta koral hidup dan koral mati (recent death coral) dari alam. Ketiga, perindustrian, yakni industri yang dapat merusak lingkungan. (selengkapnya lihat infografis).
“Kami ini hanya menerima dan mengkaji bila ada investasi PMA yang masuk. Yang jelas, dari investasi sawit, kami malah telah menyiapkan kawasan industri hilirisasi CPO (crude palm oil). Mungkin, pertimbangan Kementan adalah karena Indonesia sudah memiliki kemampuan teknologi yang mumpuni. Tapi, untuk menangani hilirisasi CPO yang mempunyai 100 produk turunan, perlu teknologi yang tinggi,” ungkapnya.
Dia memperjelas, kawasan industri yang telah disediakan tersebut berada di Sangkulirang, Kutim. Yakni, bernama Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) Maloy, dan digadang-gadang dapat menyaingi cluster sawit Lahad Datu di Malaysia. Lebih tepatnya, akan menjadi kawasan industri sawit berbasis produk turunan dan oleokimia.
Sedikit mengulik KIPI ini, pada 24 Februari 2014, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak mengundang lebih dari 50 perusahaan kelapa sawit di Hotel Pullman, Jakarta. Agenda hari itu mengajak pebisnis sawit untuk berinvestasi di KIPI Maloy, salah satu proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). (*/mon/lhl/k15)