FENOMENA kerusakan lingkungan akibat kegiatan industri di Tanah Air mendapat reaksi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Badan usaha yang terindikasi merusak lingkungan, kelak akan sulit mendapat kucuran modal lewat kredit perbankan.
Hal tersebut ditegaskan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad. Dia menyatakan, perusahaan-perusahaan yang kerap merusak lingkungan dalam menjalankan bisnis akan sulit memperoleh kredit pinjaman untuk modal usaha, karena perbankan akan sangat selektif.
Karenanya, Muliaman meminta agar perbankan menyeleksi setiap korporasi yang mengajukan kredit pinjaman. Prinsip risiko dan mitigasi kerusakan lingkungan dan sosial diusulkan pun menjadi salah satu indikatornya. “Jadi ke depan perusahaan yang merusak lingkungan, jangan harap bisa dibiayai (oleh industri keuangan),” imbuh dia.
Imbauan membatasi kucuran modal terhadap perusahaan perusak lingkungan pun, disebutnya bisa berpengaruh terhadap kualitas kredit perbankan. “Bank juga harus hati-hati kalau memberikan kredit kepada perusahaan yang mencemari lingkungan, nanti kualitas kreditnya bisa langsung jelek,” ungkapnya.
Sebagai perusahaan yang mengajukan kredit, kata dia, minimal harus sudah memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan, seperti yang tercantum dalam Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan. Otoritas, kata Muliaman, juga akan memberikan panduan, agar pengusaha dapat meningkatkan fungsi intermediasi ke sektor-sektor ekonomi prospektif. Seperti sektor infrastruktur, manufaktur, pertanian, dan UMKM, dengan tetap mempertahankan prinsip keuangan berkelanjutan. “Jadi perusahaan pandai mengelola aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (LST) dalam keputusan bisnis,” imbaunya.
Saat ini, Muliaman menyebut, OJK sudah merangkul delapan bank untuk menjadi perintis industri keuangan berkelanjutan. Delapan bank tersebut adalah Bank Mandiri, BRI, BCA, BNI, Bank Muamalat, BRI Syariah, BJB, dan Bank Artha Graha Internasional. "Delapan bank ini menguasai 46 persen aset perbankan nasional,” terangnya.
Disinggung terkait pemberian insentif dari OJK mengenai akses dan keringanan bunga pemberian kredit bagi sektor ekonomi berkelanjutan, Muliaman tidak menjawab tegas. Dia lantas mengatakan, pihaknya akan mengawasi sepenuhnya kualitas kredit untuk sektor keuangan berkelanjutan ini.
Sektor pertama yang akan menjadi kajian penerapan industri keuangan berkelanjutan ini adalah industri kepala sawit. Seperti diketahui, sektor ini menjadi kambing hitam, lantaran sejumlah beberapa oknum perusahaan disebut-sebut sebagai biang kebakaran lahan gambut, beberapa waktu lalu.
“Sektor kelapa sawit dipilih untuk dipelajari lebih dalam, karena sektor ini kerap kali diasosiasikan dengan isu lingkungan. Bank dapat mengambil peran dalam memperbaiki profil industri ini agar komoditasnya dapat terus menjadi andalan ekonomi nasional,” ujar Deputi Direktur Arsitektur Perbankan Indonesia OJK Edi Setijawan, menambahkan. (ant/man/k15)