Biaya produksi minyak dan gas bumi (migas) bergantung besar pada tingkat kesulitan pencarian dan pengangkatannya. Maka, semakin tua sumur migas, kian besar pula biayanya.
SANDY KURNYAWAN, Banjarbaru
SUMUR minyak atau gas baru atau pada tahapan build up, 90 persen kandungan produksi biasanya masih berupa air. Namun, ketika sudah mature, kondisi bisa terbalik; 10 persen kandungan migas dan 90 persennya air. Lalu, jika sudah mature, secara otomatis, biaya produksinya semakin meningkat, lantaran harus ada pemilahan, antara air dan kandungan minyak atau gas.
Nah, jika pemerintah melalui SKK Migas hanya mengandalkan sumur-sumur yang ada, tanpa mencari sumur-sumur baru, tinggal menunggu waktu bangsa ini hanya akan menjadi konsumen energi fosil, bukan penghasil. Sebab, kebutuhan migas nasional kian meningkat.
Menurut data SKK Migas, kebutuhan energi di Indonesia tahun 2010 sebesar 2.984 MBOPED, dan diprediksi meningkat menjadi 7.134 MBOPED atau lebih dua kali lipat pada 2025.
Kepala SKK Migas Kalsul Nasvar Nazar menyatakan, satu sumur migas bisa memproduksi rata-rata hingga 8 tahun. Karena itu, jika tidak ada pengembangan eksplorasi atau pengeboran di tempat lain, cadangan terbukti migas akan habis pada masa tersebut.
“Jadi eksplorasi itu memang harus, jangan sampai tunggu habis baru mencari sumur lagi,” ungkap Nasvar saat Edukasi dan Gathering Media di Banjarbaru pekan lalu.
Dia menjelaskan, setiap wilayah kerja yang dianggap berpotensi memiliki kandungan migas ekonomis akan dilelang kepada calon investor. Kini, kata dia, cadangan terbukti di seluruh Indonesia ada sekitar 3,5 miliar barel minyak. Padahal, secara resources berdasarkan 18 cekungan, jumlahnya bisa 10 kali lipat dari itu.
Itu sebabnya, jangan heran, jika wilayah kerja semakin lama menghasilkan lebih sedikit migas. Di sisi lain, malah biaya maintenance-nya yang semakin besar, karena semakin tua sumur, kian tinggi biaya perawatannya. Biaya operasional itu akan dibebankan kepada cost recovery.
Terkait hal itu, Kepala Humas SKK Migas Elan Biantoro menuturkan, cost recovery dibayar berdasarkan besaran biaya yang dikeluarkan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Penghitungannya dilakukan sejak awal dan dalam pantauan serta persetujuan negara lewat SKK Migas.
Pada kegiatan pekan lalu itu, hadir juga Dedy Suryadi, kepala Dinas Survei dan Pengeboran SKK Migas. Dia memaparkan tentang kegiatan pengeboran dilakukan untuk membuktikan adanya kandungan hidrokarbon dan sebagai sarana (sumur) untuk memproduksikannya.
Dedy menjelaskan, ada tiga jenis pengeboran yang saat ini digunakan. Pertama, pengeboran eksplorasi atau sering disebut wildcat. Yakni, sumur yang dibor untuk menentukan apakah terdapat minyak atau gas di suatu tempat yang sama sekali baru.
“Jika ditemukan minyak atau gas, maka akan dilakukan pengeboran kembali di sekitarnya untuk memastikan apakah kandungan hidrokarbonnya cukup ekonomis untuk dikembangkan,” katanya.
Kemudian, pengeboran pengembangan (development), yaitu untuk sumur di suatu lapangan minyak yang telah eksis. Tujuannya mengambil hidrokarbon semaksimal mungkin dari lapangan tersebut.
Sementara itu, yang terakhir adalah kerja ulang atau workover. Yaitu, suatu kegiatan re-komplesi pada sumur yang sudah ada, dalam upaya untuk mengoptimalisasi atau meningkatkan potensi produksi. (dwa/man/k8/bersambung)