Ibarat tanam pohon. Hari ini menanam, hasilnya baru bisa dinikmati beberapa tahun kemudian. Begitu juga dengan eksplorasi minyak dan gas bumi (migas). Hasilnya baru bisa dirasakan 5 hingga 10 tahun kemudian.
SANDY KURNIAWAN, Banjarbaru
TIDAK ada cara lain. Gencarnya eksplorasi dianggap sebagai satu-satunya jalan menggenjot produksi migas untuk memenuhi kebutuhan migas nasional. Ironisnya, upaya tersebut harus melalui banyak lika-liku. Dari konflik klasik seperti tumpang tindih lahan, tak kooperatifnya masyarakat, hingga perizinan yang berbelit.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pengelola Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) wilayah Kalimantan-Sulawesi (Kalsul) Nasvar Nazar mengungkapkan, panjangnya birokrasi perizinan sudah lama menjadi tekanan bagi investor di sektor ini. Untuk satu kegiatan eksplorasi migas saja, kata dia, dibutuhkan setidaknya 341 jenis izin.
“Padahal eksplorasi ini kepentingan negara. Dan negara tidak dirugikan dengan kegiatan ini,” ucapnya dalam Edukasi dan Media Gathering di Banjarbaru, Kalsel, Rabu (9/9).
Alasan negara tak rugi dari aktivitas eksplorasi, ujar dia, karena risiko kegagalan sepenuhnya ditanggung kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Seluruh biaya yang dikeluarkan sampai minyak atau gas bisa diambil dan dimanfaatkan, ditanggung kontraktor. “Karena itu, sudah sepatutnya jika perizinan eksplorasi harusnya tak perlu serumit saat ini,” tutur dia.
Contohnya, kata Nasvar, eksplorasi salah satu sumber di wilayah kerja Sulawesi Barat, yang kontraktornya sudah mengeluarkan dana triliunan rupiah. “Kerugian eksplorasi di sana (Sulbar, Red) sepenuhnya ditanggung KKKS”,” imbuh dia.
Sementara itu, kepala Bagian Humas SKK Migas, Elan Biantoro menjelaskan, tugas SKK Migas adalah menjaga tingkat produksi semaksimal mungkin. Termasuk komersialisasi atau tingkat penerimaan negara. “Nah, penerimaan uang hasil penjualan itu, tidak ada satu rupiah pun yang masuk ke kas SKK Migas. Semua langsung masuk ke Kementerian Keuangan,” terangnya di temui di sela-sela acara tersebut.
Menurut Elan, cost recovery atau pengembalian dana yang telah dikeluarkan KKKS setelah lapangan migasnya menghasilkan secara ekonomis, juga dibayarkan berdasarkan besaran biaya yang dikeluarkan kontraktor (KKKS). Perhitungannya dilakukan sejak awal dan dalam pantauan serta persetujuan negara lewat SKK Migas.
Saat ini, dana bagi hasil migas sangat menguntungkan negara. Pembagiannya, untuk minyak 85 persen, untuk negara dan 15 persen untuk kontraktor. Sedangkan untuk komoditas gas, 70 persen untuk negara dan 30 persen untuk kontraktor.
Sedangkan cost recovery yang dikeluarkan sepanjang proses eksplorasi, sepenuhnya ditalangi kontraktor. “Karenanya, kontraktor migas memang harus punya cadangan dana yang tidak kecil,” tuturnya. (bersambung/dwa/man/k9)