TANJUNG SELOR - Bukan maut yang memisahkan sejumlah pasangan suami istri di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan. Tetapi pertengkaran, masalah ekonomi, dan ditinggal pasangan. Itu membuat angka perceraian terbilang cukup tinggi di tahun 2020 ini.
Kasus gugatan perceraian masih didominasi kaum perempuan. Berbagai alasan melatarbelakangi perceraian yang digugat istri maupun suami.
Kantor Pengadilan Agama Tanjung Selor mencatat, hingga akhir Juni 2020, perkara yang ditangani mencapai 213 perkara. Dari perkara yang masuk tahun 2020, merupakan cerai gugat dan cerai talak, pembatalan kawin, harta bersama, hak asuh anak, perwalian, asal usul anak, isbat nikah, dispensasi kawin, dan penetapan ahli waris.
"Tren saat ini yang mendominasi adalah perkara perceraian baik cerai gugat maupun cerai talak yakni sebanyak 166 perkara dan sebanyak 40 persennya diajukan oleh pasangan yang berusia 30 tahun ke bawah," ujar Hakim Pengadilan Agama Tanjung Selor Muhammad Iqbal.
Kasus perceraian sempat mengalami penurunan pada saat pandemi Covid-19. Namun untuk saat ini, ia memprediksi tren akan kembali naik di era kenormalan baru.
"Kemungkinan perkara di Pengadilan Agama berpotensi meningkat melihat tren sebelum Covid, cukup banyak di bandingkan pasca Covid bulan April dan Mei," kata dia.
Kasus perceraian umumnya dipicu beberapa faktor. Salah satunya orang ketiga yang merusak keharmonisan rumah tangga dan berujung pada perpisahan.
Dan tidak hanya faktor ekonomi seperti suami tidak memberi nafkah. Faktor kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT, dan faktor moral juga jadi catatan Iqbal.
Ia menambahkan, untuk kasus moral, biasanya istri meminta cerai kepada suami karena tidak bisa menjadi imam yang baik dalam keluarga. Tuntutan dari para istri, suami dan seorang ayah harus bisa memimpin keluarga dan menjadi imam teladan bagi anak-anaknya.
"Jadi kasus perceraian yang diputus, terutama terjadi karena perselisihan yang tidak pernah selesai," tutupnya. (*/nkk/mua)
Perkara Perceraian di PA Tanjung Selor
-Januari 63 perkara
-Februari 48 perkara