Mencari Nakhoda Kalimantan Tengah

- Sabtu, 18 Januari 2020 | 09:47 WIB
Farid Zaky
Farid Zaky

Oleh: Farid Zaky Y,S.Sos., M.Si

Pada awal tahun 2020 ini, dinamika politik di daerah diyakini akan kembali meningkat. Pasalnya, publik kembali disuguhi agenda besar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di 270 daerah seantero Nusantara, dengan rincian sembilan pemilihan gubernur pada level provinsi, 224 pemilihan bupati pada tingkat kabupaten, serta 37 pemilihan wali kota pada tingkat kota.

Masih teringat di benak kita semua bagaimana agenda akbar pemilihan presiden (Pilpres) yang berbarengan dengan pemilihan legislatif (Pileg) yang lalu, bak peperangan The Avengers vs Thanos yang berimplikasi pada terkoyaknya jalinan kebangsaan kita oleh polarisasi pilihan politik yang berbeda.

Seiring desentralisasi peran pemimpin daerah kini menjadi sangat vital. Sejalan dengan pendapat Benjamin Barber (2013) dalam bukunya yang berjudul “If Mayor Ruled The World: Dysfunctional Nations, Rising Cities”, menggambarkan bahwa pemimpin di daerah kini menghadapi tantangan yang sangat besar dalam hal percepatan pembangunan.

Menurutnya tantangan pembangunan daerah sedemikian kompleks bersifat multidimensi seiring dinamika lokal sekaligus gonjang-ganjing arus global. Sehingga ekspektasi masyarakat akan kapasitas dan kapabilitas pemimpin daerah menjadi sebuah ‘aksesoris’ yang wajib melekat pada seorang pemimpin daerah.

Provinsi Kalimantan Tengah menjadi salah satu daerah yang akan menyelenggarakan hajatan akbar Pilkada pada tahun 2020 ini, yaitu kontestasi pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur. Provinsi terluas di pulau Kalimantan ini masih menyimpan potensi pembangunan yang sangat besar.

Sumber Daya Alam (SDA) terhampar luas dengan kekayaan flora dan fauna yang beragam. Meskipun demikian, meminjam pandangan klasik terkait dengan Kutukan Sumber Daya Alam (Resource Curse Theory), di mana menurut para ahli daerah yang mempunyai SDA yang melimpah cenderung mempunyai korelasi negatif terhadap kesenjangan ekonomi antar lapisan masyarakat.

Keberlimpahan tersebut juga setali tiga uang dengan ketidakefektifan pemerintahan yang bermuara padakesejahteraan masyarakat yang kian menjadi fatamorgana. Pandangan tersebut bisa saja berkelindan dengan kondisi eksisting kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Kalimantan Tengah dewasa ini.

Kita harus jujur mengakui, Provinsi ini masih terpaku pada pendekatan ekstraktif dalam hal pengelolaan SDA. Sementara pada tataran ideal semestinya pengelolaan SDA kita harus menitikberatkan pada industri hilirisasi. Sehingga pendulum pengelolaan SDA yang bersifat ekstraktif bisa bergeser pada pola produktif, yang tentu saja mempunyai nilai tambah (added value) bagi pembangunan ekonomi dan akan menyentuh level mikro ekonomi rakyat Kalimantan Tengah.

Kita mesti bersepakat bahwa kutub pengelolaan SDA kita masih mengalami perdebatan hebat antara paradigma produksi yang berkiblat pada ekstraktif ataukah paradigma konservasi yang bermazhab pada keberlanjutan (sustainable).

Seiring penunjukan Provinsi Kalimantan Timur sebagai ibu kota negara, semakin menjadi semacam alarm peringatan bagi Kalimantan Tengah untuk juga bersadar dan bersiap diri sebagai provinsi penopang ibu kota baru.

Salah satu yang harus dipersiapkan adalah kapasitas pemerintahan karena kualitas pemerintahan menjadi unsur yang vital terhadap daya saing suatu daerah.

Provinsi ini harus segera berbenah memacu birokrasi sebagai mesin pembangunan di daerah untuk bergerak dinamis, gesit dan responsif .Mesin birokrasi daerah akan sangat ditentukan oleh kapasitas nahkoda yaitu pemimpin daerah. 

Sirkulasi Kepemimpinan

Halaman:

Editor: sampitadm-Radar Sampit

Tags

Rekomendasi

Terkini

Median Jalan di Katingan Minim Penerangan

Minggu, 28 April 2024 | 18:00 WIB

Penggerebekan Gudang Rokok Ilegal Tanpa Hasil

Minggu, 28 April 2024 | 11:10 WIB

Tujuh Daerah di Kalteng Ini Terima Teguran KPK

Jumat, 26 April 2024 | 10:45 WIB
X