PROKAL.CO, JAKARTA - Hasil survei Nielsen menyebutkan adanya penurunan indeks kepercayaan konsumen Indonesiapada kuartal IV 2017 lalu. Meski begitu, tren konsumsi untuk tahun ini diyakini masih akan membaik, sehingga bisa dimanfaatkan penyedia produk untuk melakukan pendekatan pasar.
Indonesia mencatatkan penurunan indeks 2 poin, dari 127 menjadi 125 pada kuartal IV tahun lalu. Meski menurun, posisi itu adalah yang terbaik ketiga untuk negara Asia Pasifik. Dari kawasan ini, Indonesia hanya kalah dari Filipina dan India, dengan indeks masing-masing 131 dan 130.
Managing Director Nielsen Indonesia Agus Nurudin mengatakan, tren indeks kepercayaan konsumen dipengaruhi tiga faktor. Yakni prospek lapangan kerja, kondisi keuangan pribadi, dan keinginan untuk berbelanja dalam 12 bulan ke depan.
Di Indonesia, prospek lapangan kerja pada akhir 2017 menyusut ke level 75 persen, dari semula 70 persen. Kondisi keuangan pribadi stabil di level 68 persen karena masyarakat memiliki kesadaran untuk menabung.
Menariknya, intensi untuk berbelanja naik dari 56 persen menjadi 60 persen. Pertumbuhan indikatornya malah lebih tinggi dibandingkan Filipina dan India yang berada di peringkat teratas.
“Sebanyak 60 persen konsumen menilai bahwa waktu 12 bulan ke depan adalah waktu yang baik untuk mereka berbelanja hal-hal yang mereka inginkan dan butuhkan,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, belum lama ini.
Indikator intensi belanja dianggap menjadi peluang bagi para pemilik merek untuk meningkatkan kedekatan dengan konsumen. Berdasarkan data Nielsen beberapa waktu lalu, penjualan barang konsumsi selama periode Januari-September 2017 hanya tumbuh 2,7 persen, melanjutnya tren perlambatan penjualan barang konsumen bergerak cepat (fast moving consumer goods/FMCG) yang tahun sebelumnya hanya tumbuh 7,7 persen. Atau di bawah rerata penjualan tahunan 11 persen selama 10 tahun terakhir.
Sebelumnya, survei penjualan eceran Bank Indonesia (BI) menunjukkan penjualan ritel kuartal I 2018 hanya tumbuh sebesar 0,5 persen secara tahunan. Angka ini melambat dibandingkan kuartal IV 2017 yang tumbuh 1,8 persen, maupun periode yang sama tahun lalu yang mencapai 4,8 persen. Perlambatan penjualan ritel disebabkan kontraksi penjualan komoditas peralatan informasi dan komunikasi, serta komoditas perlengkapan rumah tangga lain yang masing-masing menyusut hingga 12,6 persen dan 4,4 persen. (man2/k15)