PROKAL.CO, SAMARINDA – Dugaan pungutan liar (pungli) ke pedagang kaki lima (PKL) di Gang Rivai, RT 34, Jalan Lambung Mangkurat, Kelurahan Pelita, Samarinda, sejatinya memasuki agenda pembacaan vonis di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, Rabu (29/11). Namun, perkara yang menjerat Agus Salim, ketua RT 34 dan Sumarni, stafnya, tak terlaksana. Lantaran proses penjemputan tahanan dari Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIA Sempaja, Samarinda gagal terjadi.
Tak pelak, sidang pun terpaksa ditunda. Padahal, majelis hakim yang menangani perkara ini, Deky Velix Wagiju didampingi Fery Haryanta dan Parmatoni telah merampungkan putusan untuk kedua terdakwa itu. ”Ya, mau bagaimana lagi terdakwa gagal dijemput makanya harus ditunda saja,” ucap Deky kepada awak media ini, kemarin. Penundaan yang ditempuhnya setelah bermufakat dengan dua hakim anggota. Pembacaan putusan untuk Agus Salim dan Sumarni akan dibacakan hari ini (30/11).
”Sehari saja, lagian hakim anggota juga sidang tipikor (tindak pidana korupsi). Jika tak komplet jelas tak bisa digelar juga,” sambungnya. Diketahui, pada 22 November lalu, Agus Salim dan Sumarni dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) Agus Supriyanto dari Kejari Samarinda selama delapan bulan pidana penjara dengan Pasal 368 Ayat 1 KUHP tentang pemerasan juncto Pasal 55 Ayat 1(1) KUHP.
Dari kasus itu, pungli sudah dilakukan kedua terdakwa ini sejak 2013. Saat itu, pedagang di Pasar Rahmat, Lambung Mangkurat enggan direlokasi ke Pasar Merdeka di Pelita. Sebanyak 85 PKL justru memilih berjualan di atas badan jalan Gang Rivai. Perselisihan dengan warga di kawasan itu pun tak terelakkan. Saat itu, Agus Salim yang notabene ketua RT di lokasi itu bermusyawarah dengan warga dan membentuk pengurus PKL yang diketuainya.
Setiap pedagang, dikenakan iuran sebesar Rp 10 ribu per hari per petak yang rutin dipungut Sumarni selaku koordinator lapangan. Dalam sebulan, pungutan yang didapat berkisar Rp 18-20 juta dan digunakan pengurus PKL untuk beragam kegiatan di Gang Rivai. Dari kebersihan, rukun kematian, hingga yasinan ibu-ibu. Dari pendapatan itu pula, Agus Salim menerima honorarium sebesar Rp 500 ribu per bulannya. Sementara Sumarni menerima gaji senilai Rp 1,5 juta per bulannya.
Terpisah, JPU Agus Supriyanto yang dikonfirmasi Kaltim Post mengaku, tak bisa berbuat banyak atas penundaan vonis. Mengingat padatnya jadwal persidangan yang berjalan di PN Samarinda. Baik pidana umum hingga perkara korupsi. Informasi yang dihimpun awak media ini, ada 105 perkara pidana umum dan 17 kasus korupsi yang harus disidangkan kemarin. ”Besok (hari ini) dibacakan. Kami (JPU) enggak bermaksud mengulur prosesnya kok. Hari ini saja saya sendiri harus menyidangkan 15 perkara,” sebutnya.
Saat hendak dijemput, pihak Rutan Klas IIA Sempaja, Samarinda, menolak karena telah lewat batas waktu pengambilan. ”Biasanya paling lambat kami ambil pukul 14.00 Wita. Tapi, tadi baru bisa dijemput sekitar pukul 15.30 Wita,” tutupnya. Adapun Humas PN Samarinda, AF Joko Sutrisno menuturkan banyaknya jumlah perkara yang disidangkan di PN Samarinda membuat proses penjemputan terdakwa dari rutan dan ditahan sementara di sel sementara PN dibuat bertahap.
”Sel tahanan di sini (PN Samarinda) kan hanya muat untuk 60 orang. Sementara sidang bisa lebih dari itu. Belum lagi, satu perkara bisa lebih dari seorang terdakwanya. Makanya kita minta diambil bertahap saja,” tuturnya. “Jika sudah disidangkan, langsung dikembalikan ke rutan dan ambil tahanan selanjutnya,” imbuhnya. (*/ryu/riz/k15)