PROKAL.CO, Pernyataan politik Kapolda Kaltim menuai banyak sorotan. Banyak yang menilai, pernyataan kapolda semestinya tidak diutarakan karena yang bersangkutan masih aktif berdinas. Nah, DPRD Kaltim beberapa bulan lalu getol menyoroti posisi Sekprov Kaltim Rusmadi. Sekprov ditengarai memanfaatkan fasilitas jabatan untuk kepentingan politik. Potensi netralitas aparatur sipil negara (ASN) pun dipertanyakan legislatif.
Koordinator Pokja 30 Carolus Tuah mengatakan, dalam hal kapolda ini, DPRD kemudian terlihat pengecut. Padahal saat yang sama, Kapolda juga berniat maju di pilkada dengan potensi yang sama. Namun, sedikit pun DPRD tidak menyinggung Kapolda maupun kepala daerah yang lain yang berpotensi menyalahgunakan wewenang.
Anggota DPRD Kaltim, Syafruddin, adalah legislator yang bersuara keras kepada Sekprov. Kala itu, menurutnya, Rusmadi harus memilih antara tetap bertahan menjadi Sekprov atau mengundurkan diri agar fokus di pilgub. Ditemui kemarin, politikus Partai Kebangkitan Bangsa tersebut memberi tanggapan.
“Kapolda kan dari lembaga vertikal. Tidak ada ruang bagi kami memberi kritik. Dia (Kapolda) utusan pemerintah pusat. Pengawasan tentu dari sana (pusat) juga,” ujarnya. Beda hal dengan Sekprov yang merupakan mitra kerja DPRD Kaltim. Menurutnya, sebagai mitra kerja yang baik memberi saran agar Rusmadi fokus ke salah satu; sebagai sekprov atau kandidat bakal calon gubernur.
Pernyataan Syafruddin segera dibantah pengamat politik Unmul Lutfi Wahyudi. Menurut Lutfi, peran DPRD Kaltim sangat besar. Sebagai satu-satunya lembaga yang merepresentasikan suara rakyat, DPRD dapat mengingatkan potensi abuse of power dari aparat penegak hukum. Benar kata Lutfi, DPRD tidak berwenang memberi sanksi, tetapi DPRD memiliki fungsi pengawasan. Jika khawatir akan potensi tersebut mengganggu proses demokrasi lokal, DPRD sangat bisa menyurati presiden, kapolri, dan menko polhukam.
“Kuncinya, sepanjang ada keberanian politik DPRD untuk menjaga marwah demokrasi,” tuturnya. (fel/fch)