PROKAL.CO, BULAN kesembilan tahun lalu, Christian Simanungkalit selesai menempuh tes moneter yang diselenggarakan Bank Indonesia (BI) sebagai tahap seleksi penerimaan pegawai. Selang beberapa hari setelah tes, banker yang kini menetap di Jakarta itu menerima pesan lewat aplikasi pesan LINE mengenai beasiswa yang diadakan oleh Bank Indonesia.
Rasa semangat Christian untuk membagikan kepada kerabat dan saudara pun tersambar. Namun, siapa sangka informasi diterima ternyata hoax alias bohong. “Semenit setelah saya membagikan informasi itu ke beberapa grup LINE, ada balasan pesan dari salah satu anggota grup tentang konfirmasi pihak BI. Dan informasi beasiswa itu tidak benar,” ucap pria yang akrab disapa Tian tersebut kepada Maskulin.
Walhasil semangat berbagi itu pun berakhir malu. “Saya jadikan itu sebuah pembelajaran saja untuk tidak menerima dan membagi informasi mentah-mentah,” akunya.
Pengalaman berbeda datang dari Fitri Handayani, mahasiswi Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Mulawarman. Kesehariannya selain mengerjakan tugas akhir, Fitri sudah menjadi aktivis di berbagai komunitas maupun LSM di Samarinda sejak semester satu. Hal itu membuat Fitri memiliki koneksi dengan banyak orang dan informasi yang didapat terbilang cukup banyak dan beragam. “Untuk aplikasi pesan seperti LINE, saya tergabung dalam kurang lebih 50 grup,” ujarnya.
Nah, informasi-informasi yang dia terima tak berhenti. Dia selalu menyebarkan kabar tersebut ke grup lainnya. Tetapi respons yang dia dapat terkadang tidak seperti yang dia harapkan. “Ya, pernah suatu waktu seorang teman di kampus menegur saya, sebab intensitas membagikan informasi di grup kelas cukup sering dan memang tidak semua informasi sesuai kebutuhan anggota grup,” tuturnya. Beberapa kali juga berita yang dia sebar ternyata hoax.
Jika demikian, Fitri hanya bisa minta maaf dan mencoba cari tahu kebenaran berita tersebut. Dia mengaku tindakannya itu sebagai bentuk kepedulian kepada orang-orang sekitar. “Direspons atau tidak yang penting ada kepuasan memberi perhatian kepada orang lain,” sebutnya.
Namun, alangkah baik tidak segera menyebarkan tanpa tahu kebenarannya. Sebab informasi yang diterima lewat media tanpa batas ruang dan waktu, bisa saja membuat orang lain khawatir.
Seperti dialami Santi Ernawati, teman sekelas Fitri. “Waktu itu saya membaca berita penculikan anak yang dilakukan dokter muda dari salah satu media online, akhirnya membuat keluarga jadi waswas dan lakukan pengawasan ketat terhadap keponakan saya,” ucap perempuan yang baru saja menikah tersebut. Tapi, seiring penyelidikan pihak berwajib serta klarifikasi, ternyata berita tersebut hoax, keluarga Santi menjadi cukup lega namun tetap berjaga. (*/day/*/ypl/k9)